Minggu,04
Agustus 2019
Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut diberbagai negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda.
Trias
Politika yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan kepada 3
lembaga berbeda: Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Legislatif adalah
lembaga untuk membuat undang-undang; Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan
undang-undang; dan Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya
pemerintahan dan negara secara keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang
jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan
manapun yang melanggar undang-undang.
Dengan
terpisahnya 3 kewenangan di 3 lembaga yang berbeda tersebut, diharapkan
jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi pemerintahan
oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and balances (saling
koreksi, saling mengimbangi). Kendatipun demikian, jalannya Trias Politika di
tiap negara tidak selamanya serupa, mulus atau tanpa halangan.
Fungsi-fungsi Kekuasaan Legislatif
Legislatif
adalah struktur politik yang fungsinya membuat undang-undang. Di masa kini,
lembaga tersebut disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (Indonesia), House of
Representative (Amerika Serikat), ataupun House of Common (Inggris).
Lembaga-lembaga ini dipilih melalui mekanisme pemilihan umum yang diadakan
secara periodik dan berasal dari partai-partai politik.
Melalui apa
yang dapat kami ikhtisarkan dari karya Michael G. Roskin, et.al, termaktub
beberapa fungsi dari kekuasaan legislatif sebagai berikut : Lawmaking,
Constituency Work, Supervision and Critism Government, Education, dan
Representation.
Lawmaking
adalah fungsi membuat undang-undang. Di Indonesia, undang-undang yang dikenal
adalah Undang-undang Ketenagakerjaan, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional,
Undang-undang Guru Dosen, Undang-undang Penanaman Modal, dan sebagainya.
Undang-undang ini dibuat oleh DPR setelah memperhatikan masukan dari level
masyarakat.
Constituency
Work adalah fungsi badan legislatif untuk bekerja bagi para pemilihnya.
Seorang anggota DPR/legislatif biasanya mewakili antara 100.000 s/d 400.000
orang di Indnesia. Tentu saja, orang yang terpilih tersebut mengemban amanat
yang sedemikian besar dari sedemikian banyak orang. Sebab itu, penting bagi
seorang anggota DPR untuk melaksanakan amanat, yang harus ia suarakan di setiap
kesempatan saat ia bekerja sebagai anggota dewan. Berat bukan ?
Supervision
and Criticism Government, berarti fungsi legislatif untuk mengawasi jalannya
pelaksanaan undang-undang oleh presiden/perdana menteri, dan segera
mengkritiknya jika terjadi ketidaksesuaian. Dalam menjalankan fungsi ini, DPR
melakukannya melalui acara dengar pendapat, interpelasi, angket, maupun
mengeluarkan mosi kepada presiden/perdana menteri.
Education, adalah
fungsi DPR untuk memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat.
Anggota DPR harus memberi contoh bahwa mereka adalah sekadar wakil rakyat yang
harus menjaga amanat dari para pemilihnya. Mereka harus selalu memberi
pemahaman kepada masyarakat mengenai bagaimana cara melaksanakan kehidupan
bernegara yang baik. Sebab, hampir setiap saat media massa meliput
tindak-tanduk mereka, baik melalui layar televisi, surat kabar, ataupun
internet.
Representation,
merupakan fungsi dari anggota legislatif untuk mewakili pemilih. Seperti telah
disebutkan, di Indonesia, seorang anggota dewan dipilih oleh sekitar 300.000
orang pemilih. Nah, ke-300.000 orang tersebut harus ia wakili kepentingannya di
dalam konteks negara. Ini didasarkan oleh konsep demokrasi perwakilan. Tidak
bisa kita bayangkan jika konsep demokrasi langsung yang diterapkan, gedung DPR
akan penuh sesak dengan 300.000 orang yang datang setiap hari ke Senayan. Bisa-bisa
hancur gedung itu. Masalah yang muncul adalah, anggota dewan ini masih banyak
yang kurang peka terhadap kepentingan para pemilihnya. Ini bisa kita lihat dari
masih banyaknya demonstrasi-demonstrasi yang muncul di aneka isu politik.
Fungsi-fungsi Kekuasaan Eksekutif
Eksekutif
adalah kekuasaaan untuk melaksanakan undang-undang yang dibuat oleh Legislatif.
Fungsi-fungsi kekuasaan eksekutif ini garis besarnya adalah : Chief of state,
Head of government, Party chief, Commander in chief, Chief diplomat, Dispenser
of appointments, dan Chief legislators.
Eksekutif di
era modern negara biasanya diduduki oleh Presiden atau Perdana Menteri. Chief
of State artinya kepala negara, jadi seorang Presiden atau Perdana Menteri
merupakan kepada suatu negara, simbol suatu negara. Apapun tindakan seorang
Presiden atau Perdana Menteri, berarti tindakan dari negara yang bersangkutan.
Fungsi sebagai kepala negara ini misalnya dibuktikan dengan memimpin upacara,
peresmian suatu kegiatan, penerimaan duta besar, penyelesaian konflik, dan
sejenisnya.
Head of
Government, artinya adalah kepala pemerintahan. Presiden atau Perdana Menteri
yang melakukan kegiatan eksekutif sehari-hari. Misalnya mengangkat
menteri-menteri, menjalin perjanjian dengan negara lain, terlibat dalam keanggotaan
suatu lembaga internasional, menandatangi surat hutang dan pembayarannya dari
lembaga donor, dan sejenisnya. Di dalam tiap negara, terkadang terjadi
pemisahaan fungsi antara kepala negara dengan kepala pemerintahan. Di Inggris,
kepala negara dipegang oleh Ratu Inggris, demikian pula di Jepang. Di kedua
negara tersebut kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Di Indonesia
ataupun Amerika Serikat, kepala negara dan kepala pemerintahan dipegang oleh
Presiden.
Party Chief berarti
seorang kepala eksekutif sekaligus juga merupakan kepala dari suatu partai yang
menang pemilu. Fungsi sebagai ketua partai ini lebih mengemuka di suatu negara
yang menganut sistem pemerintahan parlementer. Di dalam sistem parlementer,
kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri yang berasal dari partai yang
menang pemilu. Namun, di negara yang menganut sistem pemerintahan presidensil
terkadang tidak berlaku kaku demikian. Di masa pemerintahan Gus Dur (di
Indonesia) menunjukkan hal tersebut.Gus Dur
berasal dari partai yang hanya memenangkan 9% suara di Pemilu 1999, tetapi ia
menjadi presiden. Selain itu, di sistem pemerintahan parlementer, terdapat
hubungan yang sangat kuat antara eksekutif dan legislatif oleh sebab seorang
eksekutif dipilih dari komposisi hasil suara partai dalam pemilu. Di sistem
presidensil, pemilu untuk memilih anggota dewan dan untuk memilih presiden
terpisah.
Commander in
Chief adalah fungsi mengepalai angkatan bersenjata. Presiden atau perdana
menteri adalah pimpinan tertinggi angkatan bersenjata. Seorang presiden atau
perdana menteri, meskipun tidak memiliki latar belakang militer memiliki peran
ini. Namun, terkadang terdapat pergesekan dengan pihak militer jika yang
menjadi presiden ataupun perdana menteri adalah orang bukan kalangan militer.
Sekali lagi, ini pernah terjadi di era Gus Dur, di mana banyak
instruksi-instruksinya kepada pihak militer tidak digubris pihak yang terakhir,
terutama di masa kerusuhan sektarian (agama) yang banyak terjadi di masa
pemerintahannya.
Chief Diplomat,
merupakan fungsi eksekutif untuk mengepalai duta-duta besar yang tersebar di
perwakilan negara di seluruh dunia. Dalam pemikiran trias politika John Locke,
termaktub kekuasaan federatif, kekuasaan untuk menjalin hubungan dengan negara
lain. Demikian pula di konteks aplikasi kekuasaan eksekutif saat ini. Eksekutif
adalah pihak yang mengangkat duta besar untuk beroperasi di negara sahabat,
juga menerima duta besar dari negara lain.
Dispensen
Appointment merupakan fungsi eksekutif untuk menandatangani perjanjian
dengan negara lain atau lembaga internasional. Dalam fungsi ini, penandatangan
dilakukan oleh presiden, menteri luar negeri, ataupun anggota-anggota kabinet
yang lain, yang diangkat oleh presiden atau perdana menteri.
Chief
Legislation, adalah fungsi eksekutif untuk mempromosikan diterbitkannya suatu
undang-undang. Meskipun kekuasaan membuat undang-undang berada di tangan DPR,
tetapi di dalam sistem tata negara dimungkinkan lembaga eksekutif mempromosikan
diterbitkannya suatu undang-undang oleh sebab tantangan riil dalam implementasi
suatu undang-undang banyak ditemui oleh pihak yang sehari-hari melaksanakan
undang-undang tersebut.
Fungsi-fungsi
Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan
Yudikatif berwenang menafsirkan isi undang-undang maupun memberi sanksi atas
setiap pelanggaran atasnya. Fungsi-fungsi Yudikatif yang bisa dispesifikasikan
kedalam daftar masalah hukum berikut: Criminal law (petty offense, misdemeanor,felonies); Civil
law (perkawinan, perceraian, warisan, perawatan anak); Constitution
law(masalah seputar penafsiran kontitusi); Administrative law (hukum
yang mengatur administrasi negara); International law (perjanjian
internasional).
Criminal Law,
penyelesaiannya biasanya dipegang oleh pengadilan pidana yang di Indonesia
sifatnya berjenjang, dari Pengadilan Negeri (tingkat kabupaten), Pengadilan
Tinggi (tingkat provinsi, dan Mahkamah Agung (tingkat nasional). Civil law juga
biasanya diselesaikan di Pengadilan Negeri, tetapi khusus umat Islam biasanya
dipegang oleh Pengadilan Agama.
Constitution
Law, kini penyelesaiannya ditempati oleh Mahkamah Konstitusi. Jika individu,
kelompok, lembaga-lembaga negara mempersoalkan suatu undang-undang atau
keputusan, upaya penyelesaian sengketanya dilakukan di Mahkamah Konstitusi.
Administrative
Law, penyelesaiannya dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara, biasanya
kasus-kasus sengketa tanah, sertifikasi, dan sejenisnya.
International
Law, tidak diselesaikan oleh badan yudikatif di bawah kendali suatu negara
melainkan atas nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Letak
keadilan di Indonesia apabila kita melihat bahwa hukum di Indonesia tajam
kebawah dan tumpul keatas. padahal tertulis bahwa 'Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia'. Namun kenyataannya, semua dapat berubah, semua dapat
berbalik, semua dapat diatur apabila kita memiliki uang yang cukup.
Dengan contoh
kasus mantan hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar dalam perkara suap
uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan,pada 4 September 2017. Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) menuntut terdakwa Patrialis, dengan hukuman 12 tahun 6 bulan
penjara beserta denda Rp 500 juta dengan subsider 6 bulan kurungan. "Terdakwa
secara sadar dan sah menurut hukum telah melakukan tindak pidana korupsi,"
kata jaksa penuntut umum KPK, Lie Putra Setiawan, pada sidang tuntutan, Senin,
14 Agustus lalu.
Melihat semua
hal ini, mari kita renungkan dan introspeksi diri kita masing-masing, sudahkah
kita menghidupi Pancasila dalam jiwa kita? Atau Pancasila hanya sekedar menjadi
angan-angan dan cita-cita belaka?
refrensi:
https://nasional.tempo.co